Feb 28, 2015

#ReadMoreBooks2015: Gone Girl by Gilian Flynn

Before I was a writer, I was a heavy reader. 

But like many people nowadays, I slowly left books for social medias and Internet articles.



I want to change that. I want to bring back my voracious appetite for reading.  Therefore, one of my 2015 resolutions is to read all-year long, without stopping, book after book. And every time I finish one, I will post my thoughts here to motivate me. 
Hopefully, it will motivate you as well.

***


Title: Gone Girl 
Author: Gilian Flynn

Publication Year: 2012

What Is It: sebuah psychological thriller tentang sepasang suami istri, Nick dan Amy.



Why I Chose This Book:

Because everyone seems to be very impressed with this book, mulai dari blogger favorit gue, Joanna Goddard, sampai berbagai book reviewers di publikasi-publikasi terkenal. Semua bilang novel karya Gilian Flynn ini bikin hati gelisah, akibat jalan cerita dan psikologis karakternya yang twisted sekaligus menohok.

Awalnya gue nggak tertarik, karena gue kira Gone Girl cuma mengangkat kisah sepasang suami istri, Amy dan Nick—FYI, gue nggak suka bacaan yang bertema cinta, drama dan relationships—tapi kemudian katanya Gone Girl sebenarnya adalah psychological thriller, yang menyamar sebagai novel relationship.

CIIIIT! Ceritanya bunyi rem mendadak.

Apa? Psychological thriller? Sini kita hajar!

How I Felt After Reading It:

Pusing, sedih, tegang, dan kesel. It was that damn good.

The first-half part of Gone Girl tells us about Nick and Amy’s relationships and marriage, dengan gamblang, apa adanya, dan sangat natural. Sama sekali nggak ada kesan palsu dan bullshit ala-ala novel chicklit.

Pada faktanya, pernikahan itu pelik, nggak gampang, dan kadang bisa jadi panggung sandiwara seumur idup, dan bagian pertama dari Gone Girl menggambarkan realita kehidupan pernikahan tersebut dengan sempurna. Sama sekali nggak berasa kayak fiksi. Gue malah kayak ngaca.

Bahkan, di bagian pertama dari novel ini, ada bagian-bagian yang bikin gue nangis, bukan karena terharu atau sedih, tapi karena tertampar.

Contohnya, ada sepenggal paragraf dimana Amy bilang bahwa pasangan sering ngasih kado barang yang sebenernya dipengenin sang pemberi sendiri. Dulu, Teguh pernah ngasih gue seperangkat running gearsearphone, handuk kecil, sampe Halo band—padahal dia tau gue nggak pernah sekalipun olahraga lari. “Lucunya”, waktu itu Teguh yang mulai giat lari. 

Gue nggak pernah mempermasalahkan hal ini, tapi dalam hati, gue bertanya-tanya.

Sebaliknya, gue juga bertanya-tanya, apakah kado-kado gue buat Teguh adalah hal-hal sebenernya yang GUE pengenin?

Those little oh-so-true statements are strewn all over the first half of the book, and it often made me so overwhelmed with bitterness.
Gue capek bacanya, kayak, “Iyeee, iyeee, kawin tuh nggak gampang, nggak usah dicekokin ke gue gitu, ah!”

Bagian kedua dari Gone Girl baru mengangkat sisi psychological thriller dari kisah Amy dan Nick dan udah ada adegan bacok-bacokannya. Disini, gue bisa bernapas lega, karena baru berasa ‘fiksi’nya. Baru berasa, “Oiya, ya, ini cuma bo'ongan!”

The ‘thriller’ part is really twisted indeed
. Menegangkan, nggak disangka-sangka, dan nagih. Saking nagihnya, selama tiga malam berturut-turut, gue bangun dari jam 1 sampe jam 4 pagi untuk baca novel ini. Trus, pada satu weekend, gue dan Raya lagi jalan-jalan ke mall, dan gue nggak bisa berhenti mikirin Gone Girl. Akhirnya, gue giring Raya ke Gramedia, suruh dia main di bagian buku anak, sementara gue nyari buku Gone Girl dan numpang baca sebentar. Dedikasi!

Terakhir, sama seperti kebanyakan orang, gue merasa ending dan kesimpulan dari Gone Girl bener-bener bikin nyesek. Sungguh bukan ending yang memuaskan kayak tipikal kisah Hollywood, tapi, harus gue akui, realistis. Dan hal itu sangat disturbing bagi gue, bahwa dalam realita, "kesimpulan" hidup lebih sering bikin nyesek dan kecewa.

All in all, Gone Girl is brilliant, but at the same time, it is an experience that I would NOT want to repeat.
Capek hati dan pucing pala Barbie.

Favorite Part:

Sewaktu Amy lagi ‘ngumpet’ di kabin. Sumpah, gue ngarep banget Jeff dan Greta sebenernya adalah polisi.


Reading Duration: one week in February 2015



Next Book in Line: Skeleton Crew by Stephen King. Sebenernya gue lagi pengen banget baca Not That Kind of Girl-nya Lena Dunham, tapi disini belum ada, ya?


Do not watch the movie before reading the book. Movies are never better than the adapted books. Ev. Er.

9 comments:

Vhoy Syazwana said...

Menarik review-nya Mbak. Jadi pengen baca bukunya :)

Uracute said...

belum baca buku nya tapi udah nonton pilemnya..itu aja udah bikin gremets...gremetss...acting si rosamund pike luar biasa :)

vee~and~me said...

Mbak, kamu bener2 sukses bikin aku nyari buku2 yg kamu baca... thx mbaaa :))

dela said...

perenungan abis emang baca buku ini. plus endingnya itu lho.. hiks hiks..

Ov said...

Gue terharu dedikasi lo baca Gone Girl di Gramedia hahahaha. Aku suka bukunyaa. bener La... "kayak ngaca".

FlashFash said...

gw belum baca bukunya tapi nonton filmnya aj bikin degdeg ser! gw yang biasanya klo nonton dvd tuh adaaaaa aj distractionnya terus ujung-ujungnya jadi ga nonton tapi pas nonton gone girl ga beranjak sama sekali dari tempat duduk! aslik bikin penasaran dari awal sampe akhir!

Jane Reggievia said...

Pertama kali tau Gone Girl gara-gara liat trailer-nya, trus langsung ngomong dalem hati, "HARUS NONTON!". Cuman pas udah dapt filmnya, agak2 awkward dikarenakan ada beberapa adegan high rated yg saya gak berani nonton lbh lanjut bahaha *maluuu*

Tapi kayaknya emang harus baca bukunya sih, pasti lebih greget. Thanks yaa Mba review-nya! Btw, Not That Kind of Girl udah ada kok, minggu lalu liat di Books&Beyond. One of my reading list too (:

Bunda Bibi said...

Langsung ambil kunci mobil dan meluncur ke gramedia, kelamaan kl nunggu beli online :)
makasih yaa lei...

Unknown said...

huaaaa.. sudah nonton filmnya, itupun telat.. bahkan baru tau kalau ini adaptasi dari novel.. tau gitu baca novelnya dulu

Post a Comment